Di dalam diri setiap manusia, ada sebidang tanah tak terlihat—sebuah kebun yang tumbuh dalam diam. Ia disebut Kebun Jiwa. Di sanalah akar-akar pengalaman tumbuh, benih harapan tertanam, dan bunga-bunga makna mekar dalam keheningan batin.
Kita adalah tukang kebun dari jiwa kita sendiri. Kadang kita lupa menyirami, lupa merawat, dan membiarkan gulma-gulma berupa kekhawatiran dan luka masa lalu tumbuh liar. Tapi kabar baiknya: tak pernah terlambat untuk mulai kembali merawat kebun itu.
Setiap tindakan baik adalah pupuk. Setiap keikhlasan adalah air. Setiap perenungan dalam diam adalah cahaya matahari yang hangat. Dan setiap luka yang disembuhkan adalah tanah yang jadi lebih subur.
Menanam di Kebun Jiwa bukan soal hasil cepat. Ini tentang sabar. Tentang hadir. Tentang keberanian menumbuhkan sesuatu yang mungkin belum tampak, tapi yakin suatu saat akan mekar. Setiap doa, setiap meditasi, setiap kata baik, adalah benih yang kelak akan tumbuh menjadi taman damai dalam diri.
Karena itu, mari berhenti sejenak dari hiruk-pikuk dunia. Duduklah sejenak di tepi Kebun Jiwamu. Dengarkan angin dalam dada. Rasakan tanah batinmu. Lalu tanya dengan lembut:
Apa yang ingin tumbuh hari ini?